Rabu, 30 Juni 2010

Rasa dan Pelayanan Kunci Utama


Usaha Kuliner di Ringroad Tetap Eksis

MEDAN- Geliat usaha kuliner di kawasan Setia Budi-Ringroad beberapa tahun ini, menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan. Dampaknya, hari demi hari kawasan tersebut selalu ramai dikunjungi. Trennya lagi, kawasan tersebut menjadi pilihan para anak muda Medan.

Kondisi yang seperti itu mengingatkan kita pada beberapa titik tongkrongan di Medan yang sekarang telah ‘punah’ seperti kawasan Jalan Griya Riatur, Kesawan Square, Warkop Sudirman dan lokasi lainnya.

Merujuk pada kenyataan tersebut, apakah keadaan yang sama akan dialami kawasan Setia Budi-Ringroad?

Hadid Dandhi, pengelola Desa-desa Café dan Resto mengungkapkan, pusat jajanan di kawasan ringroad Setia Budi akan bertahan lama. Menurut pria yang sempat menetap di Bali selama 6 tahun ini, ada beberapa hal yang perlu dicatat untuk sebuah bisnis kuliner. Selain cita rasa dan pelayanan, ada pula hal yang harus dipertimbangkan oleh setiap pengusaha kuliner, yakni lokasi Proyeksi bisnis kuliner di Setia Budi-Ringroad memiliki perbedaan dengan kawasan-kawasan lain sebelumnya. Nah, di ringroad dan sekitarnya merupakan lokasi berkategori B, yakni lokasi yang merupakan jalan/area umum yang didatangi oleh berbagai kalangan.
“Ada beberapa kategori wilayah untuk peluang bisnis, yakni kategori A yakni area jalan protokol, B untuk jalan umum dan kawasan padat penduduk dari berbagai kalangan dan C untuk kawasan daerah pinggiran,” bilangnya.

Sebenarnya, menurut pria 30 tahun ini, kawasan-kawasan yang berkategori B ini merupakan lokasi yang pas untuk bisnis kuliner karena orientasi pasarnya bukan hanya menitik beratkan pada satu kalangan saja. “Seperti Kesawan, kalau saya pikir dulunya kawasan tersebut cenderung berorientasi kepada kalangan atas saja, makanya tidak bisa bertahan lama. Padahal kalau untuk urusan kuliner harus disesuaikan dengan kondisi masyarakatnya,” bebernya.

Tambahnya lagi, melihat kondisi yang seperti sekarang ini, sesuai dengan lokasi tersebut perkembangan bisnis kuliner akan terus berjalan sepanjang kawasan tersebut terus mengalami perkembangan. “Saya yakin, prospek kuliner di kawasan ini mengalami peningkatan, namun harus mempunyai dan mempertahankan ciri khas,” cetusnya.

Sementara, Dedi Efianto, pemilik usaha kuliner Nasi Timbel Setia Budi mengatakan, untuk bisnis kuliner sebenarnya yang menjadi acuan adalah rasa dan pelayanan. Karena rasa dan pelayanan adalah hal yang paling penting untuk menarik dan menjaga pelanggan.
“Dimana pun usahanya, kalau memang pelayanannya baik dan rasanya juga tidak mengecewakan pasti akan dicari orang,” ujarnya.

Menyangkut prosfek usaha kuliner di kawasan Setia Budi-Ringroad dan sekitarnya, pria yang telah membuka usaha nasi timbelnya dari tahun 2006 lalu tersebut tidak ingin berasumsi berlebihan.
“Saya tidak ingin berandai-andai, tapi melihat kondisi sebelumnya seperti Kesawan, Sudirman dan Griya. Yang seharusnya dilakukan pemerintah, dalam hal ini pemerintah kota sebenarnya harus memberi pemetaan yang jelas. Maksudnya adalah harus ada mana kawasan kuliner, mana industri dan mana kawasan-kawasan lainnya. Itu bisa dibentuk dengan Peraturan Daerah (Perda),” bilangnya.

Lebih lanjut Dedi Efianto mengatakan, dengan adanya Perda tersebut kemungkinan kawasan Setia Budi untuk terus eksis sangat besar. “Secara umum jika adanya Perda yang dikeluarkan oleh pemerintah kota terkait dengan pemilihan dan pemilahan kawasan tersebut, maka potensi Setia Budi untuk ikut menurun seperti kawasan-kawasan sebelumnya sangat kecil,” tandasnya. Hal senada juga dikatakan pemilik resto lainnya, Adi Suryo, pemilik Lesehan Sekar di Jalan Gagak Hitam. Ia mengatakan, seharusnya pemerintah kota membuat sebuat Perda untuk mengkategorikan kawasan-kawasan yang ada di Medan. “Seperti di Jakarta, Kawasan Kemang dan Blok M merupakan kawasan kuliner. Jadi setiap orang yang ingin mencari jajanan pasti mengarah ke kawasan tersebut,” ujarnya.(mag-13)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda Comment di Siko :